MAKALAH BIOTEKNOLOGI
rekayasa genetik dengan biotransfor
berupa plasmid
Disusun oleh : Kelompok 1
Christiani Sianturi (4113141013)
FAKULTAS MATEMATIKA
DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS NEGERI
MEDAN
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Genetika yakni ilmu pengetahuan mengenai keturunan, adalah
disiplin ilmu yang yang mendasar dalam biologi. Genetika tahap pertama telah
berkembang pada tahun 1969, untuk mempermudah para mahasiswa dalam mempelajari genetika
yang didominasi oleh matematika,
dilakukan sistem pengajaran penyelesaian soal. Pada tahun –tahun berikutnya ,
peralatan yang mempermudah telah tersedia, dengan kalkulator mikroelektronik
yang relatif murah, pemahaman dasar-dasar genetika mengalami pendalaman yang
sangat besar dan era baru rekayasa
genetika pun di mulai. (Schaum,1999)
Perkembangan teknologi rekayasa
genetika saat ini luar biasa cepatnaya, sehingga banyak jurnal atau majalah
semipopuler bermunculan bagai jamur karena memang informasi tentang
temua-temuan baru di bidang ini selalu ada dari ke hari. Tulisan ini mengajak
pembaca untuk mengenal teknologi DNA secara sederhana sebagai pembuka wawasan
untukk mengetahui lebih jauh lagi tentang teknologi tersebut. (Muladno,2010)
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimana menjelaskan sifat
plasmid?
2.
Bagaimana struktur plasmid?
3.
Bagaimana klasifikasi plasmid?
4.
Bagaimana menjelaskan plasmid
sebagai biotranspor?
1.3 Tujuan
1.
Untuk menjelaskan sifat
plasmid.
2.
Untuk menjelaskan struktur plasmid.
3.
Untuk menjelaskan klasifikasi
plassmid.
4.
Untuk menjelaskan plasmid
sebagai biotranspor.
BAB II
ISI
2. PLASMID
2.1 Sifat Umum Plasmid
Sifat
khas suatu organisme diturunkan dari generasi ke generasi melalui gen. Gen
adalah unit dasar hereditas yang tersusun secara linear (berjejer lurus) dan
terdapat pada lokus tertentu dari kromosorn. Kromosom mengandung semua
informasi yang diperlukan untuk kehidupan organisme, antara lain dalam proses
pembelahan sel. Pada organisme prokariot sel yang diturunkan merupakan salinan yang
tepat sarna dari sel induknya. Material genetik dari semua gen dan kromosom
adalah asarn deoksiribonukleat (DNA). DNA menyimpan informasi genetik yang
spesifik, yang menentukan sifat khas suatu organisme. Perbedaan informasi yang
dikode oleh DNA menyebabkan perbedaan sifat biologik di antara organisme.
Fungsi biologik kromosom adalah penyimpanan in·formasi genetik, pewarisan
informasi genetik dan ekspresi
pesan genetik yang pada dasarnya sarna di semua
organisme (Kane dan Kandel, 1985).
Di
dalarn sitoplasma sel bakteri selain material genetik yang berupa kromosom
dapat pula ditemukan material genetik lain yaitu plasmid. Plasmid ini merupakan
DNA berserat ganda yang berbentuk lingkaran dan mempunyai kemarnpuan untuk
bereplikasi sendiri tanpa tergantung dari replikasi kromosom (Broda, 1979;
Hardy, 1983)
Gen
yang dibawa oleh plasmid tidak mutlak diperlukan bagi kelangsungan hidup sel
bakteri sehingga biasanya bakteri dapat hidup tanpa plasmid (Broda, 1979;
Wilson) walaupun demikian plasmid perlu mendapat perhatian karena dapat
memindahkan sifat resistensi antibiotik di antara bakteri yang bersifat patogen
bagi hewan dan manusia. Di samping itu plasmid juga dapat mengkode produksi
toksin dan protein lain yang dapat meningkatkan virulensi bakteri patogen seperti
enterotoksin, bakteriosin, hemolisin, beberapa antigen permukaan dan
eksotoksin.
Beberapa
plasmid lain mempunyai sifat yang lebih menguntungkan, yaitu mengkode
antibiotik yang dapat mengontrol bakteri atau menyebabkan bakteri dapat
menguraikan ataumemecahkansenyawa yang berupa polutan seperti herbisida (Hardy,
1983).
2.2 Struktur Plasmid
Plasmid
mempunyai berat molekul yang berkisar antara 1 x 106 - 200 x 106 dalton yaitu
0.04 % - 8 % dari ukuran kromosom Escherichia coli (berat molekul 2.7 x 106 dalton,
panjang 1.3 mm). Di dalam bakteri, kebanyakan mo1eku1 plasmid berada
dalam bentuk "covalently closed circle" (CCC). Artinya tidak terdapat
putusan pada salah satu dari kedua serat polinukleotida yang membentuk serat
ganda.
Kebanyakan
mo1eku1 plasmid yang diiso1asi dari bakteri mempunyai bentuk mo1ekul
"supercoiled" yang mempunyai "superhelical twist". ]3entuk
molekul "open circular" tanpa "superhelical twist" terjadi
apabila salah satu serat molekul CCC terputus. Bila kedua serat polinukleotida
terputus pada tempat yang tepat berhadapan atau sangat dekat satu dengan lain
sehingga ikatan hidrogen antara basa yang berpasangan kurang kuat untuk menahan
ikatan antara kedua serat tersebut, maka akan terbentuk molekul
"linear" (Hardy, 1983).
Gambar. Bentuk rnoleku1
plasmid
2.3 Klasifikasi
Plasmid
Bermacam-macam
kriteria digunakan untuk mengk1asifikasikan plasmid. Klasifikasi yang paling
penting adalah berdasarkan sifatnya. plasmid-R menunjukkan resistensi terhadap
satu jenis"antibiotik atau 1ebih, plasmidCol mengkode suatu protein
antibakteria1 yang disebut ko1isin. Plasmid"degradatif mengkode berbagai
enzim katabo1isme dan plasmid virulensi meningkatkan patogenisitas bakteri
mela1ui berbagai cara (Hardy, 1983).
Satu
plasmid selain mengkode"sifat umum yang berkaitan dengan k1asifikasinya,
dapat juga membawa sifat lain yang tidak berhubungan sama sakali dengan sifat
pertama. Sebagai contoh ada plasmid Ent yang selain mengatur produksi
enterotoksin juga membawa sifat resistensi antibiotik (Gyles et aI, 1978).
Berdasarkan ukurannya plasmid dibagi menjadi dua golongan yaitu plasmid besar
dan plasmid kecil. Plasmid besar mempunyai berat molekul lebih dari 40 x 10 6
dalton dan terdiri dari 100 - 200 gen. Plasmid kecil mempunyai berat molekul di
bawah 10 x 106 dalton dan terdiri dari kurang lebih 15 gen. Plasmid kecil ini
umumnya mempunyai jumlah salinan yang banyak .
2.4 Replikasi Plasmid
Replikasi
plasmid terjadi secara independen dari replikasi kromosom. Walaupun demikian di
antara keduanya tetap ada hubungan. Laju perturnbuhan bakteri dapat
berubah-ubah sesuai dengan keadaan lingkungan. Plasmid dapat dipert.ahankan
pada laju perturnbuhan yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa replikasi
plasmid sejalan dengan sintesa komponen sel yang lain. Penyesuaian replikasi
plasmid terhadap laju perturnbuhan induk semangnya dicapai dengan mengontrol
inisiasi replikasi plasmid. Perbedaan dalarn laju inisiasi juga menyebabkan
perbedaan dalarn jumlah plasmid.
Replikasi
plasmid besar sinkron dengan replikasi romosom dan diharnbat oleh mutasi
bakterial yang disebabkan oleh temperatur yang mencegah terjadinya replikasi
DNA. Sebaliknya replikasi plasmid kecil tidak terpengaruh oleh mutasi yang
sarna, tetapi dihambat oleh mutasi pada DNA polimerase I yang tidak mempengaruhi
plasmid besar.
Proses
replikasi dibagi menjadi tiga tahap dasar yaitu inisiasi, pemanjangan rantai
polinukleotida dengan sintesa semi konservatif dan terminasi.
Pada tahap inisiasi, replikasi dimulai pada suatu
titik yang spesifik dan kemudian menuju satu arah menjauh dari titik asalnya
(unidireksional). Kejadian pertama adalah transkripsi suatu daerah pada plasmid
yang dekat titik asal dan dikatalisa oleh enzim DNA dependent RNA polimerase
induk semang. Transkripsi ini menghasilkan RNA primer untuk sintesa DNA
selanjutnya.
Mula-mula
sintesa DNA dikatalisa oleh DNA polimerase I mulai dari gugus 3'OH pada ujung
RNA primer dan diteruskan ke arah 5'--n' untuk kurang lebih 500
nukleotida. Pada tahap perpanjangan rantai, replikasi yang terputus- putus dari
serat lain dimulai. RNA primer yang
pendek diperpanjang oleh holoenzim DNA polimerase III
untuk membentuk fragmen Okazaki yang terdiri dari kurang lebih 1000 basa.
Fragmen yang berdekatan kemudian disatukan oleh DNA ligase.
Tahap terminasi adalah pembentukan dua molekul plasmid yang
terpisah, masing-masing satu molekul CCC. Kedua serat induk berpisah sebelum
percabangan replikasi mencapai terminus/asal replikasi. Pada waktu serat ganda
hampir terlepas untaiannya dan percabangan replikasi hampir mencapai terminus,
efek aktifitas DNA girase adalah untuk melepas sarna sekali kedua serat induk
sehingga terbentuk dua molekul anak. Celah antara serat yang· baru kemudian
ditutup dengan
reaksi yang memerlukan DNA polimerase I dan DNA ligase. setelah celah tertutup,
molekul sebentar tanpa "supercoil" (dalam keadaan relaks) tetapi
kemudian "supercoiling" dibentuk oleh DNA girase (Hardy, 1983).
2.5 Transfer Plasmid
Pada
organisme prokariot informasi genetik (DNA) yang terkandung dalam plasmid dapat
dipindahkan dari sel donor ke sel resipien, yang memungkinkan sel resipien
memperoleh sifat baru. Kebanyakan plasmid pada bakteri dapat ditransfer melalui
konjugasi. Plasmid konjugatif harus mempunyai seperangkat gen yang mengatur
replikasi dan mekanisme transfer, yaitu gen tra. Jumlahnya paling sedikit 13
buah dan tersusun sebagai suatu operon. Fungsi qen ini adalah untuk pembentukan
pili, penempatan pili dan proses transfer DNA.
Transfer
plasmid melalui konjugasi dimulai dengan penonjolan pilus. Ujung pilus dari
bakteri donor akan melekat pada dinding bakteri resipien dan berkaitan dengan
reseptor khusus. pili kemudian akan mengalami retraksi sehingga terjadi kontak
langsung di antara sel. Kontak lang sung ini menyebabkan DNA terbuka pada
tempat tertentu.
Proses
ini diikuti oleh transfer DNA dari sel donor ke sel resipien. Serat DNA yang
ditransfer tidak berupa serat ganda, tetapi hanya serat tunggal dan selalu
dimulai dari ujung 5'. Kemudian baik pada donor maupun resipien akan terjadi
sintesa serat DNA pelengkap sehingga terbentuk kembali plasmid yang berserat
ganda (Hardy, 1983).
Gambar . Transfer DNA plasmid
melalui konjugasi
Plasmid
yang tidak konjugatif bertindak sebagai replikon yang hanya mengatur proses
replikasi dan segregasi. Dengan tidak terdapatnya faktor transfer pada plasmid
ini, maka transfer dari satu sel ke sel lain tidak dapat terj adi. Plasmid
seperti ini. tergantung pada mekanisme lain untuk transfer seperti mobilisasi
oleh plasmid lain atau transduksi (Wilson dan Miles, 1975) .
Mobilisasi
plasmid terjadi apabila suatu se1 bakteri mengandung dua plasmid, yang satu
konjugatif dan yang lain tidak. Plasmid yang pertama akan menimbu1kan transfer
dari plasmid kedua secara simultan, yaitu yang kedua "dimobilisasi".
Transduksi terjadi apabila bakteri mendapat infeksi bakteriofag. Selama infeksi
bakteriofag plasmid kadang-kadang diselaputi oleh selaput pembungkus
fagphage-coat dan membentuk suatu partikel transduksi (transducing particle).
Partikel ini dapat menginjeksi plasmid ke dalam sel bakteri resipien yang cocok
(Hardy, 1983).
2.6 Plasmid-R Dan
Resistensi Terhadap Antibiotik Pada Enterobacteriaceae
Resistensi
terhadap antibiotik adalah sifat yang ditentukan secara genetis. Beberapa
bakteri secara alami resisten terhadap antibiotik tertentu. Dengan adanya
terapi antibiotik, kemudian timbul resistensi padatan pada koloni yang semula
peka. Resistensi ini diperoleh karena adanya mutasi pada kromosom bakteri atau
melalui transfer plasmid-R dari galur (strain) bakteri resisten ke galur yang
peka.
Mutasi
kromosomal yang menyebabkan suatu populasi bakteri menjadi resisten jarang
terjadi. Sebaliknya resistensi dapat dipindahkan dengan cepat di dalam suatu
populasi bakteri melalui transfer plasmid-R. Di samping itu "lalu
lintas" plasmid pada populasi bakteri dapat menyebabkan penyebaran yang
meluas dari resistensi. Pemakaian antibiotik berlebihan menciptakan lingkungan
yang menguntungkan bakteri yang resisten karena bakteri yang peka mati. Hal ini
membentuk reservoir plasmid-R pada flora normal. Karena plasmid-R biasanya
menentukan resistensi terhadap sejumlah antibiotik,
kontak yang lama dengan salah satu antibiotik pun dapat menambah jumlah bakteri
yang multiresisten .
2.7 Ekologi
Enterobacteriaceae dan Plasmid-R
Bakteri
dari famili Enterobacteriaceae ditemukan pada hewan dan manusia, terutama di
daerah usus. Famili ini terdiri dari beberapa genus. Di dalam usus Escherichia coli merupakan flora normal.
Da1am keadaan tertentu bakteri ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih atau
diare. Salmonella adalah organisme patogen bagi hewan
dan manusia. Individu yang terinfeksi dapat mengekskresikan bakteri ini secara
terus-menerus dalam tinja (faeces) , menyebabkan kontaminasi lingkungan dan
mentransfer infeksi kepada individu lain. Shigella merupakan penyebab disentri
basiler pada manusia. Penyakit ini biasanya dihubungkan dengan higiene yang
buruk. Di usus Proteus dan Klebsiella bersifat komensal. Dalam keadaan tertentu
bakteri ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih atau bersifat oportunistik.
Penggunaaan
antibiotik secara meluas dan sembarangan untuk profilaksi dan tujuan pengobatan
menyebabkan timbulnya bakteri yang resisten Resistensi antibiotik sering
ditemukan
pada bakteri dari famili Enterobacteriaceae. Pada Escherichia coli yang diisolasi dari
hewan yang diberi makanan tambahan rnengandung antibiotik, resistensi mencapai
40 - 100 % dan kebanyakan organisme tersebut mengandung plasrnid-R (Dhillon dan
Dhillon, 1981; Shimoda
et aI, 1983). Bakteri dari farnili Enterobacteriaceae
yang mernbawa plasmid-R sering diisolasi dari berbagai jenis hewan, manusia dan
lingkungan. Salmonella yang mengandung plasmid-R dari sapi. Bakteri 'tersebut
juga diisolasi dari kambing (Kumar dan Misra, 1983), babi (Bineva dan
Korudzhiiski, 1983; Kumar dan. Misra, 1983; Said.alet al; 1983;. Semjen
dan'Pesti, 1982) dan ayam (Dhillon' dan, Dhil.lon, 1981; Nazer, 1981) Beberapa
peneliti juga menemukan Escherichia coli yang membawa p1asmid-R
pada hewan yang mempunyai hubungan erat dengan manusia seperti anjing (Monaghan
et aI, 1981; Moss dan Frost, 1984), kucing (Moss dan Frost, 1984) dan burung
piara (Kinjo et aI, 1982). Dari anjing yang menderita enteritis akut Minton et
al (1983) mendapatkan mikroba tinja yang multiresisten. Setelah hewan sehat
kemba1i sifat ini hilang walaupun sejumlah kecil bakteri resisten masih
ditemukan sampai satu tahun kemudian. Resistensi terhadap antibiotik jarang
ditemukan pada hewan percobaan karena adanya prinsip menghindari penggunaan
antibiotik pada hewan yang akan digunakan untuk penelitian. Adanya resistensi antibiotik dapat
diamati pada Escherichia coli yang diisolasi dari koloni hewan percobaan yang
diberi antibiotik. Resistensi ini menghi1ang sete1ah pember ian antibiotik
dihentikan (Shimoda et aI, 1983). Pada Escherichia coli yang diisolasi dari
enam spesies burung liar kejadian resistensi terhadap antibiotik relatif
rendah. Nakamura et al (1982) menyimpulkan bahwa burung liar tidak ter1alu
berperan dalam penyebaran plasmid-R. Echerichia
coli yang resisten terhadap antibiotik dan p1asmid-R sudah tersebar 1uas
da1am 1ingkungan manusia seperti 1imbah peternakan sapi dan babi (Bineva et aI,
1983; Hanzawa et aI, 1984), air limbah (Mach dan Grimes, 1982) dan permukaan
air sungai (Lantos et aI, 1983).
Selain
Escherichia coli dari 1imbah air juga diisolasi Salmonella enteritidis dan
Proteus mirabilis yang membawa plasmid-R. Dari bahan pakan asa1 ternak Biru et
al (1981) mengisolasi Escherichia coli dan Salmonella typhimurium yang resisten
terhadap dua jenis antibiotik.
Resistensi
terhadap antibiotik juga ditemukan pada Escherichia coli yang diisolasi dari
tukang jagal dan peternak babi (Saida et aI, 1983). Dari penderita berbagai
macam penyakit infeksi yang sedang diberi terapi dengan antibiotik Mehrotra et
al (1984) mengisolasi Escherichia coli, Enterobacter sp., Proteus sp. Dan
Klebsiella sp. yang membawa plasmid-R.Timbulnya resistensi diduga akibat
penggunaan antibiotik yang sembarangan.
2.7.1 Sifat
Genetik plasmid-R
Plasmid-R
terdiri atas dua bag ian yang dapat dibedakan yaitu RTF (resistance transfer
factor) yang bertanggung jawab atas konjugasi dan determinan resistensi. Pada
bag ian determinan resistensi terdapat semua gen yang mengatur resistensi
terhadap antibiotik, kecuali
gen resistensi terhadap tetrasiklin yang terdapat
pada bagian RTF (Hardy, 1983) .
Pada Escherichia coli bag ian RTF dan
determinan resistensi biasa ditemukan sebagai satu unit. Pada Proteus kedua
bagian ini dapat ditemukan sebagai dua plasmid yang terpisah (Davis et aI,
1973; Wilson dan Miles, 1975). Suatu plasmid-R dapat menyebabkan bakteri
menjadi resisten terhadap satu antibiotik atau terhadap beberapa antibiotik
secara pada umumnya mentransfer semua marker (petanda) resistensinya sebagai
satu unit. Walaupun demikian segregasi yang spontan pada plasmid dapat terjadi.
Hasilnya sering kali adalah faktor RTF sulr strr camr dan RTF tetr. Frekwensi
segregasi spontan ini bervariasi tergantung dari sel induk semangnya. Frekwensi
ini tertinggi pada Salmonella dan terendah pada Escherichia coli (Lewin, 1977).
Rekombinasi dapat terjadi apabila suatu sel bakteri mengalami superinfeksi oleh
dua molekul plasmid-R yang masing-masing membawa determinan resistensi yang
berbeda. Frekwensi rekombinasi rendah, tetapi hal ini memungkinkan p1asmid-R untuk mendapatkan atau kehilangan
marker resistensi tertentu (Lewin, 1977). Menurut Hanzawa et al (1984)
resistensi yang paling umum ditemukan pada Escherichia coli yang diiso-1asi
dari limbah peternakan babi dan sapi adalah terhadap streptomisin, sulfonarnida
dan tetrasiklin. Pada isolat dari limbah peternakan babi ditemukan 28 pola
resistensi dan yang paling umum amalah Sm-Su. Dari limbah
peternakan sapi ditemukan 11 pola, yang paling umum
adalah Sm. Selain pola tersebut juga ditemukan pola resistensi terhadap enam
jenis antibiotik (Ap-Cm-Km-Sm-Su-Tc) Pola ini pernah ditemukan oleh Ishiguro et
al (1982) pada Escherichia coli dan Salmonella typhimurium dari tinja sapi. Hal
ini menunjukkan adanya kemungkinan transfer resistensi di antara kedua bakteri
tersebut di alami.
2.7.2
Organisasi Genom
Molekul
DNA yang dapat bereplikasi sebagai unit genetik pada bakteri disebut replikon.
Pada beberapa bakteri replikon hanya berupa kromosom (genom), tetapi sebagian
besar bakteri replikon terdiri dari kromosom dan plasmid.
2.7.3
Kromosom
Genom
bakteri bervariasi dari 0,4x109
Dalton sampai 8,9x109 Dalton. Jumlah DNA dalam genom menentukan
jumlah maksimum yang informasi genetik yang dapat dikode. Sebagian besar
bakteri memiliki genom haploid (kromosom tunggal) dan sirkuler. Namun beberapa
bakteri gram positif seperti Borrelia dan
Streptomyces memiliki kromosom
linier. Bakteri gram negatif Agobacterium
tumefaciens memiliki kromosom linier dan sirkuler. Bakteri E. coli saluran pencernaan memiliki
ukuran genom 3X109 Dalton dengan 4.500 kilo pasang basa (kbp). Genom
E. coli tersebut hanya 0,1%
(dibandingkan genom manusia), tetapi mampu mengkode ribuan polipeptida.
Kemampuan
bakteri bereplikasi sangat cepat. E. coli
mampu mereplikasi DNA hanya dalam waktu 40 menit. Namun pada bakteri yang
tumbuh cepat replikasi dapat dimulai sebelum replikasi DNA selesai.
2.7.4 Dna (Asam Nukleat)
Asam nukleat merupakan polimer
nukleotida. Setiap nukleotida terdiri atas fosfat, pentosa, dan basa. Pentosa
asam nukleat adalah ribosa atau deoksiribosa, sedangkan basa asam nukleat adalah
adenin dan guanin (purin) dan timin, urasil, dan sitosin (pirimidin). DNA
berbeda dengan RNA dalam 2 hal, struktur dan komposisi asam nukleat. Struktur
DNA adalah pita heliks ganda (Gambar 8.1), sedangkan RNA adalah pita heliks
tunggal (beberapa virus memiliki RNA ganda). Komposisi gula pentosa dan basa
pirimidin DNA adalah deoksiribosa dan timin dan sitosin. Komposisi gula pentosa
dan basa pirimidin RNA adalah ribosa dan urasil dan sitosin. DNA bakteri baik
kromosom maupun plasmid berbentuk sirkuler.
2.7.5
Konjugasi
Konjugasi
memerlukan kontak langsung antara donor dan resepien. Kontak terjadi melalui
jembatan konjugasi (pili) maupun tanta jembatan konjugasi. Donor merupakan
bakteri yang memiliki kemampuan mendonorkan materi genetik baik melalui jembatan
konjugasi (pili) ataupun tidak. Kemampuan tersebut terletak pada plasmid. Oleh
karena itu plasmid yang mampu mendonorkan materi genetik disebut plasmid F atau
plasmid seksual.
Setiap
bakteri F+ memiliki 1—3 pili yang mampu mengikat protein membran sel resepien
untuk memulai proses inisiasi konjugasi (Gambar 8.4). Setelah terjadi kontak,
maka pili berubah fungsi menjadi jembatan konjugasi. Jembatan konjugasi
biasanya memendek untuk mempermudah proses konjugasi. Plasmid bakteri donor
memisah menjadi 2 pita tunggal dan salah satu untai plasmid ditransfer ke
bakteri resepien. Pada proses transfer pita DNA plasmid, bakteri donor segera
mengganti pita terdonor dengan mekanisme replikasi. Ketika bakteri resepien
menerima DNA, maka dia juga melakukan replikasi untuk DNA baru sehingga DNA
plasmid donor menjadi 2 untai.
Gambar : Proses konjugasi plasmid.
Plasmid
F pada E. coli dapat dapat
berintegrasi dengan kromosom bakteri (Gambar 8.5). Hal ini dapat terjadi karena
kromosom dan plasmid F E. coli memiliki
elemen urutan insersi. Integrasi intragenetik disebut mutasi horisontal dan
menghasilkan rekombinan yang mempunyai kemampuan mentransfer kromosom
(konjugasi) tinggi.
Gambar 7.5 Mutasi
horisontal. F- adalah sel nonkonjugatif, F+ adalah sel
konjugatif, Hfr sel rekombinan dengan kemampuan frekuensi tinggi konjugasi, F’
adalah sel berplasmid dengan gen kromosomal.
Konjugasi
tanpa jembatan konjugasi terjadi pada bakteri gram positif. Bakteri gram
positif menghasilkan adesin untuk agregasi antara sel donor dan sel resepien,
tetapi tidak melibatkan pili. Pada beberapa species Streptococcus resepien menghasilkan feromon seksual untuk menarik Streptococcus donor mendekat dan
melakukan kontak.
Transformasi
Pada
transformasi bakteri donor melepaskan sepotong pita ganda DNA dan bakteri
resepien menerima/menyerap hanya 1 pita DNA saja. Materi genetik yang
ditransfer melalui transformasi dapat DNA kromosom maupun DNA plasmid.
Transformasi alami ditemukan pada Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus, Neisseria, Bacillus, dan Staphylococcus. Bakteri yang biasanya tidak mampu (tidak kompeten)
mengambil DNA dari lingkungan dapat menjadi kompeten dengan manipulasi eksperimental, seperti kejutan elektrik
voltase tinggi, kejutan kalsium, penambahan urutan nukleotida tertentu. Bakteri
kompeten juga dapat menyerap semua DNA bakteriofag (transfeksi) maupun seluruh plasmid dan mereplikasikannya di dalam
sel. Namun jika yang terserap hanya sebagian materi geneti, maka materi genetik
tersebut tidak terekspresi dan tereplikasi sebelum terintegrasi ke dalam
replikon.
2.7.6 Transduksi
Pada
transduksi, bakteriofag berfungsi sebagai “carrier”
DNA dari donor ke resepien. Ketika bakteriofag menginfeksi bakteri donor, maka
bakteri donor mengalami lisis (mati) dan bakteriofag melepaskan diri. Namun
ketika bakteriofag menginfeksi bakteri resepien, maka bakteri resepien tidak
mengalami lisis.
Transduksi
dibedakan menjadi transduksi umum (generalized
transduction), transduksi abortif (abortive
transduction), dan transduksi khusus (specialized
transduction). Transduksi umum menghasilkan rekombinan yang mampu
mengekspresikan DNA donor, sedangkan transduksi abortif tidak. Transduksi
khusus berbeda dengan transduksi umum dalam hal bakteriofag yang mampu
menginfeksi hanya bakteriofag tertentu.
2.7.7 Rekombinasi
Rekombinasi
melibatkan pemutusan DNA resepien dan pengabungan DNA donor ke DNA induk
menghasilkan hibrida (molekul rekombinan). Enzim khusus yang berperan dalam
rekombinasi DNA adalah eksonuklease, endonuklease, polimerase, dan ligase.
Rekombinasi
umum (generalized recombination)
melibatkan DNA donor dan resepien yang memiliki urutan homolog. Perubahan
resiprokal dapat terjadi pada rekombinasi umum. Produk gen recA sangat penting dalam rekombinasi umum, tetapi produk gen
lainnya juga berperan. Rekombinasi lokasi khusus (site-specific recombination) hanya dapat terjadi pada lokasi khusus
pada DNA donor dan resepien. Produk gen recA
tidak berperan dalam rekombinasi lokasi khusus. Integrasi molekul DNA
bakteriofag 1 ke kromosom E. coli pada
lokasi khusus (attachment site; att)
merupakan contoh rekombinasi lokasi khusus.
2. 8
Bahan, Teknik Isolasi Dan Karakterisasi Gen Virulen Kromosom
2.8.1 Plasmid, Strain Bakteri Dan Kondisi Kultur
Sel-sel A. tumefaciens dikultur
pada/dalam medium minimal LB (2) atau AB (13) dengan suhu 28° C, sementara
strain Eschericia coli ditumbuhkan pada/dalam medium LB atau TB
(Terrific Broth) (2) pada suhu 37° C. Konsentrasi antibiotik (mg/liter) yang
digunakan dalam media adalah sebagai berikut, kecuali dinyatakan lain;
kanamisin (100), neomisin (100), gentamisin (30), ampisilin (100), dan
tetrasiklin (10).
2.8.2 Pengujian Kemampuan Pelekatan Bakteri
Bakteri berlabel radioaktif ditambahkan ke
dalam suspensi sel mesofil daun Zinnia (Zinnia elegans), dan
dipantau proses pelekatannya. Sel mesofil daun Zinnia dipersiapkan
sesegera mungkin sebelum digunakan sebagai berikut; Daun termuda yang
dilebarkan maksimal dibilas dengan air distilasi dan dihomogenisasi secara
perlahan dalam garam Murashige-Skoog (MS) (pH 5.7) dengan mortar dan alat
penumbuk. Homogenat dilewatkan dalam lapisan kasa 250 µm, dan sel-sel yang
dikeluarkan ditampung dalam saringan Miracloth. Sel-sel disuspensi dalam garam
MS (pH 5.7) dengan konsentrasi sel 2x105 sampai 3x105
sel/ml. Suspensi yang dihasilkan oleh cara ini sebagian besar meliputi sel-sel
tunggal, dengan pecahan seluler yang sangat kecil.
Bakteri diberi label dengan cara
menginokulasi sebuah koloni tunggal ke dalam 0,5 ml medium minimal AB yang
disuplemen dengan 2 µCi [α-32P] dCTP dan menumbuhkan kultur tersebut
semalaman pada suhu 30° C. Bakteri tersebut dibilas dalam garam larutan
penyangga (buffer) fosfat dan disuspensi kembali dalam 0.5 ml garam larutan
penyangga fosfat. Bakteri yang berlabel ditambahkan ke dalam suspensi sel
tanaman pada konsentrasi akhir sekitar 106 bakteri/ml, menghasilkan
rasio bakteri terhadap sel tanaman sekitar 3:1. Campuran tersebut diinkubasi
pada suhu 27° C dengan pengocokan yang beragam. Jumlah bakteri yang ditempelkan
pada sel tanaman ditentukan setelah penyaringan campuran bakteri dengan sel
tanaman melalui saringan berpori 20µm. Bakteri bebas, tidak termasuk sel
tanaman yang ditempeli bakteri, dapat melewati saringan. Setelah dicuci dengan
garam larutan penyangga fosfat 20 ml, saringan itu lalu ditempatkan dalam
tabung kecil (scintillation vials) dan radioaktivitasnya dihitung dalam scintillation
counter.
2.8.3 Isolasi DNA
Sejumlah kecil dari total DNA, termasuk Ti
plasmid dan DNA kromosom dari Agrobacterium disiapkan dengan metode Kado
dan Liu (41). Sel-sel ditumbuhkan semalaman dalam L-Broth pada suhu 28° C
hingga densitas optik 0.8 pada 600 nm dan dijadikan pelet melalui sentrifugasi
pada 2.5 k x g selama 7 menit. Pelet sel disuspensikan dalam 1 ml larutan
penyangga E (40 nM Tris-asetat, pH 7.9, mengandung 2 mM EDTA). Sel-sel tersebut
dihancurkan dengan cara menambahkan 2 ml larutan penghancur (3% SDS dalam 50 mM
Tris-NaOH, pH 12.6), dan dicampur dengan pengadukan singkat. Larutan tersebut
dipanaskan pada suhu 65° C selama 10 menit dalam water bath dan
ditambahkan dua volume larutan fenol: kloroform (1:1, v/v). Larutan tersebut
diemulsi dengan cara mengocoknya secara singkat, dan emulsi tersebut dipecah
dengan sentrifugasi (3.5 kx g, 15 menit, 4° C). Fase cair bagian atas dialirkan
ke dalam tabung baru dan DNA dijadikan pelet dengan menambahkan 0.1 volume
natrium asetat 3 M (pH 4.8) dan 2.5 volume etanol. DNA dalam bentuk pelet
disuspensi kembali dalam 100 ml larutan penyangga TE (Tris-HCl 10 nM, pH 8.0, mengandung
EDTA 1 mM).
Plasmid lainnya, seperti pUC18, diisolasi
dengan prosedur lisis alkalin SDS (68). Sel bakteri dikultur semalaman dalam
media LB atau TB yang mengandung antibiotik yang sesuai. Kultur tersebut (1.5
ml) disentrifugasi dan peletnya disuspensi dalam 100 µl larutan penyangga
(Tris-HCl 50mM, pH 8.0, mengandung glukosa 50 mM dan EDTA 10 mM). Setelah
disimpan dalam es selama 5 menit, suspensi tersebut ditambahkan dengan 200µl
larutan penghancur (NaOH 0.8 M, Triton X-100 4%), dicampur dengan cara dibalik
beberapa kali dan ditempatkan dalam es selama 5 menit. Kemudian, ditambahkan
150 µl natrium asetat 3 M (pH 4.8) dan ditempatkan dalam es selama 5 menit.
Campuran itu disentrifugasi pada suhu ruangan selama 5 menit. Supernatannya
dituangkan dalam tabung microcentrifuge bersih, dan ditambahkan 1 volume
(450 µl) isopropanol, dicampur dengan cara membalik tabung beberapa kali,
diikuti dengan inkubasi dalam suhu ruangan selama 5-10 menit. Larutan tersebut
disentrifugasi pada 13 k x g selama 10 menit untuk mengubah plasmid DNA menjadi
pelet. Setelah pengeringan, plasmid DNA disuspensi kembali dalam 50 µl larutan
TE. Jika perlu, RNA yang mengkontaminasi pada endapan dihilangkan dengan
prosedur berikut. DNA plasmid dilarutkan dalam 900 µl larutan TE, kemudian
ditambahkan 100 µl Rnase A (dipanaskan, 100 µg/ml). Larutan tersebut diinkubasi
pada suhu 37° C selama 30 menit, dan kemudian disentrifugasi untuk
menghilangkan bahan yang tidak dapat larut. Larutan polietilen glikol 6000 (20%
dalam NaCl 2.5 M, 600 µl) ditambahkan ke dalam supernatan. Setelah inkubasi
dalam es selama dua jam, larutan tersebut disentrifugasi pada 13 k x g selama 5
menit. Endapannya dilarutkan dalam 500 µl larutan TE dan diekstrak dengan
fenol, fenol:kloroform (1:1, v/v) dan kloroform, masing-masing satu kali.
Setelah itu, DNA dalam lapisan air diendapkan dengan etanol.
Sejumlah besar DNA kromosom Agrobacterium
disiapkan dengan metode terlampir (2). Sel-sel bakteri dikultur hingga jenuh
dalam 100 ml medium LB. Sel-sel tersebut dijadikan pelet dengan sentrifugasi
3.5 k x g selama 10 menit, dan kemudian disuspensi kembali dalam 9.5 ml larutan
penyangga TE. Suspensi bakteri ditambahkan dengan 0.5 ml SDS 10% dan 50 µl
proteinase K (20mg/ml), dicampur rata dan diinkubasi selama 1 jam pada suhu 37°
C. NaCl (5 M, 1,8 ml) dan larutan CTAB/NaCl (1.5 ml) ditambahkan, diaduk
perlahan dan diinkubasi pada suhu 65° C selama 20 menit. Campuran itu
ditambahkan dengan kloroform:isoamilalkohol dengan volume yang sama (24:1, v/v)
dan disentrifugasi pada 3.5 k x g selama 10 menit pada suhu ruangan, sampai
lapisan-lapisannya terpisah. Lapisan bagian atas dipindahkan ke tabung bersih menggunakan
pipet polietilen berpori lebar. DNA dijadikan pelet dengan penambahan 0.6
volume isopropanol dan disentrifugasi pada 8 k x g selama 5-10 menit. Pelet DNA
dicuci dengan etanol 70%, dikeringkan dan disuspensi kembali dalam 4 ml larutan
penyangga TE, diikuti dengan penambahan 4.3 g CsCl dan 200 µl ethidium bromida
(10mg/ml). Campuran itu kemudian dialirkan ke tabung centrifuge yang
dapat ditutup rapat (sealable centrifuge tube) dan diputar dalam rotor
vertikal selama 18 jam pada 600 k x g pada suhu 15° C. Dibawah sinar UV pita
DNA kromosomal yang ada dalam tabung centrifuge dipindahkan dengan
menggunakan alat suntik dan diekstraksi dengan campuran TE:isoamilalkohol (1:1,
v/v). Kemudian, larutan DNA dipisahkan dengan dialisis (dialyzed)
semalaman dengan 2 liter larutan penyangga TE.
BAB
III
Penutup
Sifat
khas suatu organisme diturunkan dari generasi ke generasi melalui gen. Gen
adalah unit dasar hereditas yang tersusun secara linear (berjejer lurus) dan
terdapat pada lokus tertentu dari kromosorn. Kromosom mengandung semua
informasi yang diperlukan untuk kehidupan organisme, antara lain dalam proses
pembelahan sel.
Satu
plasmid selain mengkode"sifat umum yang berkaitan dengan k1asifikasinya,
dapat juga membawa sifat lain yang tidak berhubungan sama sakali dengan sifat
pertama. Sebagai contoh ada plasmid Ent yang selain mengatur produksi
enterotoksin juga membawa sifat resistensi antibiotik (Gyles et aI, 1978).
Berdasarkan ukurannya plasmid dibagi menjadi dua golongan yaitu plasmid besar
dan plasmid kecil. Plasmid besar mempunyai berat molekul lebih dari 40 x 10 6
dalton dan terdiri dari 100 - 200 gen.
DAFTAR PUSTAKA
Goodenou.
1984. Genetika, Edisi Ketiga.
Jakarta: Erlangga
Muladno.
2010. Teknologi Rekayasa Genetika, Edisi
Kedua. Bogor: IPB Press
Pelczar,
M.J dan Chan, E.C.S. 1986. Dasar-Dasar
Mikrobiologi 1. Jakarta: UI Press
Schaum.
1983. Genetika, Edisi Kedua.Jakarta:
Erlangga
Stansfield,
William. 1991. Genetika edisi kedua.
Jakarta: Erlangga
Volk,
W.A dan Wheeler, M.F. 1988. Mikrobiologi
Dasar, Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar